MASAPNEWS – Para pakar dan perwakilan organisasi di kawasan ASEAN yang peduli pada perlindungan anak hadir dalam konferensi ASEAN untuk membahas berbagai upaya pencegahan terhadap penyalahgunaan penyedia jasa keuangan dalam eksploitasi seksual anak.
The ASEAN Commission on The Promotion and Protection of The Rights of Women and Children (ACWC) Chair Yanti Kusumawardhani di Denpasar, Rabu, mengatakan penting bagi semua untuk meningkatkan komitmen, kerja sama, dan pemahaman, dalam upaya pencegahan eksploitasi seksual pada anak di ranah daring.
“Diantaranya dengan mengupayakan sistem keuangan yang aman dan terjamin di kawasan ASEAN,” kata Yanti disela-sela acara Konferensi ASEAN tentang Pencegahan dan Respons terhadap Penyalahgunaan Penyedia Jasa Keuangan dalam Eksploitasi Seksual Anak itu.
Konferensi ASEAN ini diselenggarakan di Denpasar, Bali, pada 7- 8 Agustus 2024 oleh ECPAT Indonesia berkolaborasi dengan Asosiasi Pengajar Hukum Pidana dan Kriminologi (ASPERHUPIKI).
Acara tersebut juga didukung Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak (PPPA), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan beberapa organisasi di kawasan ASEAN.
Yanti menambahkan pada KTT ke-43 ASEAN juga sudah ditegaskan upaya untuk mempercepat perlindungan hak anak dan rencana aksi regional ASEAN untuk menghapus kekerasan pada perempuan dan anak.
Pelaksanaan konferensi ASEAN kali ini, lanjut dia, untuk meningkatkan kesadaran mengenai penyalahgunaan penyedia jasa keuangan dalam kejahatan eksploitasi seksual anak.
Sementara itu Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA Nahar mengatakan kerentanan kejahatan pada anak-anak juga tidak terlepas dari perkembangan teknologi yang tidak seluruhnya bermanfaat.
Melalui konferensi yang melibatkan banyak pemangku kepentingan, kata dia, diharapkan dapat formula yang tepat dalam mengatasi persoalan kejahatan eksploitasi seksual pada anak-anak. Selain itu untuk mendapatkan praktik baik dari negara-negara di kawasan ASEAN dalam mengatasi hal tersebut.
“Pencegahan kejahatan ini harus optimal dan penanganannya secara maksimal, karena sifatnya sudah lintas negara. Oleh karena itu tidak hanya menjadi tanggung jawab antar-kementerian saja,” ucap Nahar.
Kepala Biro Humas PPATK Natsir Kongah mengatakan dari data yang terhimpun pada tahun 2024 mencatat sekitar 303 kasus anak korban eksploitasi ekonomi dan seksual, 128 anak korban perdagangan, dan 481 anak korban pornografi di Indonesia.
Di sisi lain dugaan prostitusi anak berjumlah sekitar 24.000 anak di rentang usia 10-18 tahun dengan frekuensi transaksi mencapai 130.000 kali dan nilai perputaran uang dari periode 2014 hingga 2024 mencapai Rp127 miliar lebih.
“Kita semua berharap upaya memerangi kejahatan seksual anak menjadi komitmen bersama seluruh pihak, termasuk juga melibatkan peran aktif seluruh komponen masyarakat,” ucapnya.
Menurut dia, eksploitasi seksual anak memiliki dampak destruktif yang nyata dan mengancam kelangsungan hidup generasi penerus bangsa karena kejahatan ini cenderung bersifat lintas negara. (ANT/MN-2)