MASAPNEWS – Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Septian Hario Seto mengungkapkan kebijakan yang sinkron penting untuk membangun industrialisasi.
“Ada tiga hal yang ingin saya sampaikan, kalau kita berkaca terkait dengan hilirisasi nikel keberhasilan kita itu sebenarnya karena kita punya kebijakan yang sinkron atas tiga aspek, yakni pertama kebijakan perdagangan, kedua adalah kebijakan investasi termasuk insentif dan fiskalnya, serta kebijakan industri. Ini harus sinkron ketika kita membangun industrialisasi, kalau ada satu yang tidak sinkron pasti jalannya akan lambat,” ujar Septian Hario Seto, di Jakarta, Kamis.
Dalam kasus nikel boleh dikatakan ketiga kebijakan tersebut selaras di mana Pemerintah menerapkan larangan ekspor dari sisi kebijakan perdagangan untuk bahan mentah.
Kemudian pemerintah juga menyiapkan skema insentif yang baik yang ada tax holiday dan perizinan yang dilakukan oleh Kementerian Investasi. Dan yang ketiga terkait kebijakan industri, pemerintah membangun konsep kawasan industri di mana kalau itu masuk kawasan industri, perizinan terkait tata ruang dan infrastruktur lain sudah beres.
“Sebenarnya kalau saya melihat ini ketiganya harus sinkron, jadi ini yang harus terus kita lihat apakah ketika kita punya program untuk misalnya harus melakukan hilirisasi atau industrialisasi, maka ketiga aspek tersebut penting,” kata Septian Hario Seto.
Kalau untuk mencoba menarik industri misalnya tetapi kebijakan perdagangan untuk impor salah satu bahan bakunya dipersulit, perizinannya berbelit-belit maka tidak akan berjalan juga. Dengan demikian, sinkronisasi pada ketiga aspek tersebut, yakni kebijakan perdagangan, kebijakan investasi, dan kebijakan industri penting untuk dilakukan.
Wakil Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Febrian Alphyanto Ruddyard menyatakan industrialisasi dan hilirisasi menjadi kebijakan sentral untuk meningkatkan kontribusi industri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Industrialisasi turut akan difokuskan pada beberapa sektor prioritas, yakni industri berbasis sumber daya alam atau hilirisasi (agro, tambang, dan sumber daya laut), industri padat karya berkelanjutan, industri dasar (kimia dan logam), serta industri padat teknologi (farmasi, elektronik, dan alat angkutan).
Di sisi lain, pengembangan industri perlu juga memperhatikan aspek lingkungan untuk meningkatkan daya saing.
Saat ini, sektor industri pengolahan merupakan sektor terbesar kedua penghasil emisi karbondioksida. Kemudian, tuntutan delapan negara pembeli terbesar biji nikel dunia telah menetapkan komitmen net zero emission (NZE) dalam bentuk kebijakan dan peraturan.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, strategi untuk mendorong pengembangan industri hijau adalah penerapan ekonomi sirkular yang diperkirakan meningkatkan PDB sebesar Rp539-638 triliun pada tahun 2030. (ANT/MN-2)